Kamis, 11 Juni 2015

Heboh Beras Plastik ( Tinjauan dari pelindung hak asasi rakyat )

Nama                    : Putri Juliana
Kelas                     : 2EA27
NPM                      : 17213013
Tugas                    : Softskill – Heboh Beras Plastik ( Tinjauan dari pelindung hak asasi rakyat )

Belakangan ini kita dikejutkan beredarnya beras plastik. Informasi tersebut memang awalnya beredar di media sosial, tetapi kemudian juga muncul di portal berita, media elektronik, dan media cetak. Berita beras plastik pun langsung menarik perhatian publik dan pemerintah.
Beredarnya beras plastik menjadi heboh setelah muncul pengakuan Dewi Septiani (29), pedagang nasi uduk dan bubur ayam di rumah toko (ruko) GT Grande, Kota Bekasi. Beras plastik yang dimasak tidak hancur menjadi bubur. Sedangkan beras plastik yang dimasak menjadi nasi saat dimakan menyebabkan perut sakit. Beras tersebut dibelinya di Pasar Mutiara Gading Timur, Kota Bekasi.
Bagi kita setidaknya ada tiga hal yang patut dicermati terkait beredarnya beras plastik.
Pertama, motivasi ekonomi untuk menangguk keuntungan sebanyak-banyaknya dengan berbuat curang. Dalam sistem ekonomi pasar seperti sekarang ini, sesama pedagang bisa bersaing secara bebas. Tak jarang kecurangan dilakukan dengan cara mengoplos beras. Perbuatan curang yang biasa dilakukan adalah mencampur beras kualitas sedang dengan beras berkualitas rendah.
Porsi beras berkualitas rendah tentu lebih banyak, sehingga dengan harga jual sedikit lebih mahal, pedagang pun menangguk untung. Dengan asumsi harga beras berkualitas rendah Rp 6.000 per kilogram, kemungkinan harga beras plastik jauh lebih murah, sehingga bila dicampur dengan beras berkualitas sedang, laba yang diraup pedagang pasti jauh lebih banyak.
Kedua, upaya pengalihan isu oleh mafia beras dan mafia gula. Seperti diketahui, sejumlah media massa beramai-ramai menyoroti keberadaan mafia beras dan gula. Sebutan mafia beras dan gula kembali menjadi populer menyusul tekad pemerintah menghentikan impor beras dan gula mulai tahun ini. Pemerintah pun mempersempit ruang gerak mafia beras dan gula.
Pemberitaan yang bertubi-tubi tentang praktik mafia beras dan gula, pasti mengusik mereka. Pemerintah pun tak bisa lagi bermain-main memberantas praktik mafia bahan kebutuhan pokok masyarakat.
Untuk mengalihkan perhatian media dan publik, kasus beras plastik pun dimunculkan. Diharapkan kasus beras plastik dan mungkin kasus-kasus lain yang diembuskan nanti, bisa membuat mafia kembali leluasa melobi pihak-pihak tertentu agar membuka keran impor beras dan gula. Keuntungan triliunan rupiah setiap bulan dari impor beras dan gula tetap bisa dinikmati, sementara rakyat terpaksa membelinya dengan harga yang semakin mahal.
Ketiga dan yang paling menakutkan adalah langkah sistematis meracuni rakyat Indonesia. Hal inilah yang paling mengkhawatirkan kita.
Sesungguhnya selama ini makanan sebagian rakyat telah diracuni formalin dan bahan kimia berbahaya lainnya. Bahan makanan dan makanan jadi yang dijual di pasar-pasar tradisional serta di jalan-jalan di depan sekolah tak benar-benar sehat.
Masih cukup banyak bahan makanan dan makanan “beracun” yang beredar di pasaran. Kehadiran beras plastik menambah panjang daftar makanan “beracun” yang beredar di pasaran. Dalam jangka pendek, makanan “beracun” dalam tubuh akan menimbulkan berbagai gangguan penyakit. Sedangkan dalam jangka panjang, kualitas generasi bangsa yang dicekoki makanan “beracun” pasti akan menurun dan sulit bersaing dengan sumber daya manusia (SDM) negara-negara lain.
Kita mengapresiasi instansi pemerintah yang bergerak cepat menangani kasus beras plastik. Polisi, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindag) Kota Bekasi, serta Kementerian Perdagangan, langsung turun tangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga diharapkan segera terlibat untuk memastikan sejauh mana efek negatif beras plastik bila dikonsumsi manusia.
Sejalan dengan itu, kita mendesak Bea Cukai, yang dibantu aparat Kepolisian serta intelijen, menelusuri asal-usul beras plastik, sekaligus mengungkap jaringannya. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel memastikan pihaknya tidak pernah mengeluarkan izin mengimpor beras plastik. Dengan demikian dapat dipastikan beras plastik yang beredar merupakan barang selundupan.
Oleh karena itu, Bea Cukai, aparat Kepolisian, dan unsur TNI di wilayah perbatasan, harus bisa menutup jalur penyelundupan lewat laut dan juga jalan-jalan tikus di wilayah perbatasan, serta memperketat pemeriksaan barang di pelabuhan. Selanjutnya, pedagang, pemasok, dan penyelundup beras plastik mesti diproses hukum.
Kita pun berharap masyarakat tak segan melapor ke aparat setempat bila menemukan beras plastik dan makanan berformalin atau mengandung bahan-bahan kimia berbahaya. Keberanian masyarakat yang ditunjang kerja cepat aparat diharapkan dapat meminimalisasi beredarnya bahan makanan “beracun”.
 Isu beras plastik telah membuat warga menjadi waswas. Beras plastik dari China awalnya ramai di sosial media, lalu menjalar ke sejumlah negara.
Awalnya, beredar sebuah video di Youtube yang menayangkan pembuatan beras palsu terbuat dari plastik.
Berikut kronologisnya:
Beredar di Youtube
Awal Mei, dunia maya dihebohkan oleh postingan video di Youtube. Video itu berisi cara pembuatan beras palsu terbuat dari bahan sitentik.
Tidak hanya di Indonesia, sejumlah negara pun dihebohkan oleh beras palsu asal China. Selain meresahkan di China, penjualan beras plastik tersebut sudah menjalar ke berbagai tempat di India. Beras palsu tersebut terbuat dari bahan campuran kentang, ubi jalar, dan resin sintetis industri alias plastik.
Temuan di Bekasi
Salah satu warga Bekasi, Dewi Septian, curiga atas beras yang dibelinya. Beras yang dimasaknya sebagai bubur tidak matang seperti biasa, melainkan sebagian masih berbentuk bulir beras.
Lalu dia memposting foto temuannya itu di sosial media, Instragram, Senin pada 19 Mei. Dia menyandingkan beras asli dan beras yang menurutnya adalah beras plastik. Selain itu dia juga memajang hasil masakannya yang berasal dari beras asli dan yang diduga palsu.
Dewi yang merupakan penjual bubur ayam dan nasi uduk itu membeli beras di dekat rumahnya pada Rabu, 13 Mei.
Dia mengaku, telah mengirimkan email ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) guna memastikan temuannya tersebut. Namun email itu, hingga kini belum direspons.
Kemudian, pada Selasa siang Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Bekasi, Jawa Barat dan pihak Mapolsek Bantargebang, Bekasi, menelusuri pasar tempat Dewi membeli beras.
Kapolresta Bekasi Kota, Komisaris Besar Rudi Setiawan meminta agar masyarakat tidak resah dan menanti hasil uji laboratorium untuk memastikan beras tersebut asli atau palsu.
Selasa sore, Toko S, tempat di mana Dewi biasa membeli beras pun telah ditutup sementara selama penyidikan berlangsung.
Akibat Isu Beras Plastik, Program Beras Fortifikasi Kena Getahnya
Gara-gara isu beras plastik, beras fortifikasi atau beras yang diperkaya nutrisi ditolak di Karawang, Jawa Barat. Beras itu dianggap sama dengan beras plastik.

Peneliti beras dan pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Slamet Budijanto, melaporkan kasus itu saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (26/5/2015).

Jadi dampak isu beras plastik ini benar-benar-benar luar biasa, sampai semua dianggap beras plastik. Beras fortifikasi sebenarnya adalah beras yang dicampur dengan premix kernel. Premix itu sendiri terbuat dari beras yang dihancurkan dan ditambahkan dengan nutrisi seperti vitamin A, vitamin B, zat besi, dan lainnya.

Dalam kasus beras fortifikasi di Karawang, nutrisi utama yang ingin ditambahkan adalah zat besi. Penambahan zat besi terkait dengan masalah nutrisi bangsa.

37 persen anak kita kekurangan zat besi. Itu dapat berakibat pada pertumbuhan lambat dan terhambatnya perkembangan kognisi. Pemerintah bersama Institut Pertanian Bogor berusaha mengenalkan beras fortifikasi tersebut kepada masyarakat di Karawang.

Tapi gara-gara beras plastik itu, program beras fortifikasi ditolak. Premix kernel yang ditambahkan di beras dianggap bahan buatan yang membahayakan. Padahal, beras fortifikasi lazim digunakan oleh Filipina dan sejumlah negara di Afrika.

Baru-baru ini, Singapura malah menyatakan sudah memproduksi premix kernel sendiri dan bisa secara mandiri dicampur oleh warga negaranya.

Doktor bidang pangan lulusan Jepang itu mengajak masyarakat untuk kritis dalam isu beras plastik. Plastik menurutnya tak mungkin bercampur dengan beras. Kalau mual dan pusing, jangan langsung menduga bahwa hal itu disebabkan beras plastik. Sebagian besar masalah sakit setelah makan itu sebenarnya masalah sanitasi.

Tahun Ini, Niscaya Indonesia tak Impor Beras
Bulog sudah memastikan stok beras aman hingga Ramadhan walau konsumsi beras saat bulan tersebut akan mengalami pelonjakan. Namun, pemerintah tentu akan melakukan cara untuk memenuhi kebutuhan pasca Ramadhan jika stok beras banyak dijual pada bulan tersebut.

“Kalau menurut saya niscaya Indonesia tidak mengimpor beras tahun ini,” kata pengamat ekonomi pertanian, Dwi Andreas Santosa kepada ROL, Senin (8/6). Menurutnya, jika memang perlu diimpor juga tidak masalah namun jangan dalam waktu dekat ini.

Menurutnya, sesuai data-data yang dimiliki, Indonesia tidak mungkin menghindari untuk tak mengimpor beras untuk memenuhi stoknya. Oleh karena itu menurutnya, impor beras memang harus dilakukan apalagi konsumsi pada Ramadhan pasti mengalami peningkatan.

Lebih lanjut ia menjelaskan, impor beras dilakukan untuk memenuhi stok setelah Ramadhan yang akan menuju akhir tahun juga. Menurutnya, biasanya akhir tahun hingga awal tahun konsumsi beras juga meningkat dan dikhawatirkan stok beras yang sudah banyak berkurang sejak Ramadhan tidak akan memenuhi kebutuhan beras tersebut.

“Impor beras harus dilakukan dan itu juga jumlahnya tidak sedikit untuk memenuhi kembali stok beras yang harus stabil. Ya mungkin sekitar di atas 1 juta ton lah, atau sekitar 1 sampai 1,5 juta ton tapi bukan dalam jangka waktu dekat ini,” jelas Dwi.

Ini Langkah Pemerintah Agar Beras Plastik tak Beredar di Indonesia
Setelah melakukan uji laboratorium atas beras yang diduga beras palsu, pemerintah memastikan bahwa beras itu bukan beras sintetis dan tidak mengandung plastik.

Tapi, bukan berarti tidak ada langkah lanjutan atas isu yang sempat membuat penjualan beras di pasar-pasar tradisional anjlok– sesuai klaim pedagang–itu.

Menteri Perdagangan Rachmat Gobel berencana mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang perizinan beras kemasan bermerek. Untuk mencegah agar kasus beras sintetis tidak muncul lagi.

Lewat peraturan menteri perdagangan (permendag), pemerintah bakal mewajibkan semua yang melakukan pengemasan dan pendistribusian atau perdagangan beras kemasan mendaftarkan diri sebagai pelaku usaha terdaftar beras.

Dengan begitu, pemerintah bisa tahu semua pemain di bidang perberasan, jenis beras yang dikemas, maupun asal usul berasnya. Ya, kasus beras sintetis mengungkap fakta tentang kelemahan pemerintah dalam pengawasan beras kemasan.

Pemerintah selama ini tidak memiliki data soal merek beras yang beredar di pasaran. Padahal, jumlahnya mencapai ratusan merek. Alhasil, pemerintah pun lumpuh dan tidak bisa langsung mengecek beras yang disinyalir beras sintetis itu produknya siapa dan siapa yang memproduksi.

Ke depan, dengan permendag itu, Kementerian Perdagangan (Kemdag) akan mendata semua merek beras yang ada di pasar.

“Dengan aturan tersebut, kami akan fokus pada distribusi dan kejelasan produk beras,” tegas menteri yang juga punya perusahaan pengemas beras ini. Selain aturan yang memperketat perizinan beras kemasan, beleid lain yang akan terbit juga memberikan wewenang bagi Kemdag menetapkan kebijakan harga komoditas utama.

“Juga mengelola stok dan logistik serta ekspor impor bahan pangan,” ungkap Srie Agustina, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan. Peraturan itu produk turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pengendalian Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting yang sejauh ini masih di meja Presiden menunggu pengesahan. Yang pasti, pemerintah bisa menentukan harga maksimal barang kebutuhan pokok.
Referensi :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar