Nama :
Putri Juliana
Kelas : 2EA27
NPM :
17213013
Tugas : Softskill – Heboh Beras
Plastik ( Tinjauan dari pelindung hak asasi rakyat )
Belakangan ini kita
dikejutkan beredarnya beras plastik. Informasi tersebut memang awalnya beredar
di media sosial, tetapi kemudian juga muncul di portal berita, media
elektronik, dan media cetak. Berita beras plastik pun langsung menarik perhatian
publik dan pemerintah.
Beredarnya beras plastik menjadi heboh setelah muncul
pengakuan Dewi Septiani (29), pedagang nasi uduk dan bubur ayam di rumah toko
(ruko) GT Grande, Kota Bekasi. Beras plastik yang dimasak tidak hancur menjadi
bubur. Sedangkan beras plastik yang dimasak menjadi nasi saat dimakan
menyebabkan perut sakit. Beras tersebut dibelinya di Pasar Mutiara Gading
Timur, Kota Bekasi.
Bagi kita setidaknya ada tiga hal yang patut dicermati
terkait beredarnya beras plastik.
Pertama, motivasi ekonomi untuk menangguk keuntungan
sebanyak-banyaknya dengan berbuat curang. Dalam sistem ekonomi pasar seperti
sekarang ini, sesama pedagang bisa bersaing secara bebas. Tak jarang kecurangan
dilakukan dengan cara mengoplos beras. Perbuatan curang yang biasa dilakukan
adalah mencampur beras kualitas sedang dengan beras berkualitas rendah.
Porsi beras berkualitas rendah tentu lebih banyak,
sehingga dengan harga jual sedikit lebih mahal, pedagang pun menangguk untung.
Dengan asumsi harga beras berkualitas rendah Rp 6.000 per kilogram, kemungkinan
harga beras plastik jauh lebih murah, sehingga bila dicampur dengan beras
berkualitas sedang, laba yang diraup pedagang pasti jauh lebih banyak.
Kedua, upaya pengalihan isu oleh mafia beras dan mafia
gula. Seperti diketahui, sejumlah media massa beramai-ramai menyoroti
keberadaan mafia beras dan gula. Sebutan mafia beras dan gula kembali menjadi
populer menyusul tekad pemerintah menghentikan impor beras dan gula mulai tahun
ini. Pemerintah pun mempersempit ruang gerak mafia beras dan gula.
Pemberitaan yang bertubi-tubi tentang praktik mafia
beras dan gula, pasti mengusik mereka. Pemerintah pun tak bisa lagi
bermain-main memberantas praktik mafia bahan kebutuhan pokok masyarakat.
Untuk mengalihkan perhatian media dan publik, kasus
beras plastik pun dimunculkan. Diharapkan kasus beras plastik dan mungkin
kasus-kasus lain yang diembuskan nanti, bisa membuat mafia kembali leluasa
melobi pihak-pihak tertentu agar membuka keran impor beras dan gula. Keuntungan
triliunan rupiah setiap bulan dari impor beras dan gula tetap bisa dinikmati,
sementara rakyat terpaksa membelinya dengan harga yang semakin mahal.
Ketiga dan yang paling menakutkan adalah langkah
sistematis meracuni rakyat Indonesia. Hal inilah yang paling mengkhawatirkan
kita.
Sesungguhnya selama ini makanan sebagian rakyat telah
diracuni formalin dan bahan kimia berbahaya lainnya. Bahan makanan dan makanan
jadi yang dijual di pasar-pasar tradisional serta di jalan-jalan di depan
sekolah tak benar-benar sehat.
Masih cukup banyak bahan makanan dan makanan “beracun”
yang beredar di pasaran. Kehadiran beras plastik menambah panjang daftar
makanan “beracun” yang beredar di pasaran. Dalam jangka pendek, makanan
“beracun” dalam tubuh akan menimbulkan berbagai gangguan penyakit. Sedangkan
dalam jangka panjang, kualitas generasi bangsa yang dicekoki makanan “beracun”
pasti akan menurun dan sulit bersaing dengan sumber daya manusia (SDM)
negara-negara lain.
Kita mengapresiasi instansi pemerintah yang bergerak
cepat menangani kasus beras plastik. Polisi, Dinas Perindustrian, Perdagangan,
dan Koperasi (Disperindag) Kota Bekasi, serta Kementerian Perdagangan, langsung
turun tangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga diharapkan segera
terlibat untuk memastikan sejauh mana efek negatif beras plastik bila
dikonsumsi manusia.
Sejalan dengan itu, kita mendesak Bea Cukai, yang
dibantu aparat Kepolisian serta intelijen, menelusuri asal-usul beras plastik,
sekaligus mengungkap jaringannya. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel memastikan
pihaknya tidak pernah mengeluarkan izin mengimpor beras plastik. Dengan
demikian dapat dipastikan beras plastik yang beredar merupakan barang
selundupan.
Oleh karena itu, Bea Cukai, aparat Kepolisian, dan
unsur TNI di wilayah perbatasan, harus bisa menutup jalur penyelundupan lewat
laut dan juga jalan-jalan tikus di wilayah perbatasan, serta memperketat
pemeriksaan barang di pelabuhan. Selanjutnya, pedagang, pemasok, dan
penyelundup beras plastik mesti diproses hukum.
Kita pun berharap masyarakat tak segan melapor ke
aparat setempat bila menemukan beras plastik dan makanan berformalin atau
mengandung bahan-bahan kimia berbahaya. Keberanian masyarakat yang ditunjang
kerja cepat aparat diharapkan dapat meminimalisasi beredarnya bahan makanan
“beracun”.
Isu beras
plastik telah membuat warga
menjadi waswas. Beras plastik dari China awalnya ramai di sosial
media, lalu menjalar ke sejumlah negara.
Awalnya, beredar
sebuah video di Youtube yang
menayangkan pembuatan beras palsu terbuat dari plastik.
Berikut kronologisnya:
Beredar di Youtube
Awal Mei, dunia maya dihebohkan oleh postingan video di Youtube. Video itu berisi cara pembuatan beras palsu
terbuat dari bahan sitentik.
Tidak hanya di Indonesia, sejumlah negara pun dihebohkan oleh
beras palsu asal China. Selain meresahkan di China, penjualan beras plastik
tersebut sudah menjalar ke berbagai tempat di India. Beras palsu tersebut
terbuat dari bahan campuran kentang, ubi jalar, dan resin sintetis industri
alias plastik.
Temuan di Bekasi
Salah satu warga Bekasi, Dewi Septian, curiga atas beras yang
dibelinya. Beras yang dimasaknya sebagai bubur tidak matang seperti biasa,
melainkan sebagian masih berbentuk bulir beras.
Lalu dia memposting foto temuannya itu di sosial media,
Instragram, Senin pada 19 Mei. Dia menyandingkan beras asli dan beras yang
menurutnya adalah beras plastik. Selain itu dia juga memajang hasil masakannya
yang berasal dari beras asli dan yang diduga palsu.
Dewi yang merupakan penjual bubur ayam dan nasi uduk itu membeli
beras di dekat rumahnya pada Rabu, 13 Mei.
Dia mengaku, telah
mengirimkan email ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) guna memastikan
temuannya tersebut. Namun email itu, hingga kini belum direspons.
Kemudian, pada Selasa siang Dinas Perindustrian, Perdagangan,
dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Bekasi, Jawa Barat dan pihak Mapolsek
Bantargebang, Bekasi, menelusuri pasar tempat Dewi membeli beras.
Kapolresta Bekasi Kota, Komisaris Besar Rudi Setiawan meminta
agar masyarakat tidak resah dan menanti hasil uji laboratorium untuk memastikan
beras tersebut asli atau palsu.
Selasa sore, Toko S, tempat di mana Dewi biasa membeli beras pun
telah ditutup sementara selama penyidikan berlangsung.
Akibat Isu Beras Plastik, Program Beras Fortifikasi
Kena Getahnya
Gara-gara isu beras plastik, beras fortifikasi atau
beras yang diperkaya nutrisi ditolak di Karawang, Jawa Barat. Beras itu
dianggap sama dengan beras plastik.
Peneliti beras dan pangan dari Institut Pertanian
Bogor (IPB), Slamet Budijanto, melaporkan kasus itu saat berbincang dengan
Kompas.com, Selasa (26/5/2015).
Jadi dampak isu beras plastik ini benar-benar-benar
luar biasa, sampai semua dianggap beras plastik. Beras fortifikasi sebenarnya
adalah beras yang dicampur dengan premix kernel. Premix itu sendiri terbuat
dari beras yang dihancurkan dan ditambahkan dengan nutrisi seperti vitamin A,
vitamin B, zat besi, dan lainnya.
Dalam kasus beras fortifikasi di Karawang, nutrisi
utama yang ingin ditambahkan adalah zat besi. Penambahan zat besi terkait
dengan masalah nutrisi bangsa.
37 persen anak kita kekurangan zat besi. Itu dapat
berakibat pada pertumbuhan lambat dan terhambatnya perkembangan kognisi.
Pemerintah bersama Institut Pertanian Bogor berusaha mengenalkan beras
fortifikasi tersebut kepada masyarakat di Karawang.
Tapi gara-gara beras plastik itu, program beras fortifikasi
ditolak. Premix kernel yang ditambahkan di beras dianggap bahan buatan yang
membahayakan. Padahal, beras fortifikasi lazim digunakan oleh Filipina dan
sejumlah negara di Afrika.
Baru-baru ini, Singapura malah menyatakan sudah
memproduksi premix kernel sendiri dan bisa secara mandiri dicampur oleh warga
negaranya.
Doktor bidang pangan lulusan Jepang itu mengajak
masyarakat untuk kritis dalam isu beras plastik. Plastik menurutnya tak mungkin
bercampur dengan beras. Kalau mual dan pusing, jangan langsung menduga
bahwa hal itu disebabkan beras plastik. Sebagian besar masalah sakit setelah
makan itu sebenarnya masalah sanitasi.
Tahun Ini, Niscaya Indonesia tak Impor Beras
Bulog sudah memastikan stok beras aman hingga Ramadhan
walau konsumsi beras saat bulan tersebut akan mengalami pelonjakan. Namun,
pemerintah tentu akan melakukan cara untuk memenuhi kebutuhan pasca Ramadhan
jika stok beras banyak dijual pada bulan tersebut.
“Kalau menurut saya niscaya Indonesia tidak mengimpor beras tahun ini,” kata pengamat ekonomi pertanian, Dwi Andreas Santosa kepada ROL, Senin (8/6). Menurutnya, jika memang perlu diimpor juga tidak masalah namun jangan dalam waktu dekat ini.
Menurutnya, sesuai data-data yang dimiliki, Indonesia tidak mungkin menghindari untuk tak mengimpor beras untuk memenuhi stoknya. Oleh karena itu menurutnya, impor beras memang harus dilakukan apalagi konsumsi pada Ramadhan pasti mengalami peningkatan.
Lebih lanjut ia menjelaskan, impor beras dilakukan untuk memenuhi stok setelah Ramadhan yang akan menuju akhir tahun juga. Menurutnya, biasanya akhir tahun hingga awal tahun konsumsi beras juga meningkat dan dikhawatirkan stok beras yang sudah banyak berkurang sejak Ramadhan tidak akan memenuhi kebutuhan beras tersebut.
“Impor beras harus dilakukan dan itu juga jumlahnya tidak sedikit untuk memenuhi kembali stok beras yang harus stabil. Ya mungkin sekitar di atas 1 juta ton lah, atau sekitar 1 sampai 1,5 juta ton tapi bukan dalam jangka waktu dekat ini,” jelas Dwi.
“Kalau menurut saya niscaya Indonesia tidak mengimpor beras tahun ini,” kata pengamat ekonomi pertanian, Dwi Andreas Santosa kepada ROL, Senin (8/6). Menurutnya, jika memang perlu diimpor juga tidak masalah namun jangan dalam waktu dekat ini.
Menurutnya, sesuai data-data yang dimiliki, Indonesia tidak mungkin menghindari untuk tak mengimpor beras untuk memenuhi stoknya. Oleh karena itu menurutnya, impor beras memang harus dilakukan apalagi konsumsi pada Ramadhan pasti mengalami peningkatan.
Lebih lanjut ia menjelaskan, impor beras dilakukan untuk memenuhi stok setelah Ramadhan yang akan menuju akhir tahun juga. Menurutnya, biasanya akhir tahun hingga awal tahun konsumsi beras juga meningkat dan dikhawatirkan stok beras yang sudah banyak berkurang sejak Ramadhan tidak akan memenuhi kebutuhan beras tersebut.
“Impor beras harus dilakukan dan itu juga jumlahnya tidak sedikit untuk memenuhi kembali stok beras yang harus stabil. Ya mungkin sekitar di atas 1 juta ton lah, atau sekitar 1 sampai 1,5 juta ton tapi bukan dalam jangka waktu dekat ini,” jelas Dwi.
Ini Langkah Pemerintah Agar Beras Plastik tak Beredar
di Indonesia
Setelah melakukan uji laboratorium atas beras yang
diduga beras palsu, pemerintah memastikan bahwa beras itu bukan beras sintetis
dan tidak mengandung plastik.
Tapi, bukan berarti tidak ada langkah lanjutan atas
isu yang sempat membuat penjualan beras di pasar-pasar tradisional anjlok–
sesuai klaim pedagang–itu.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel berencana
mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang perizinan beras kemasan bermerek.
Untuk mencegah agar kasus beras sintetis tidak muncul lagi.
Lewat peraturan menteri perdagangan (permendag),
pemerintah bakal mewajibkan semua yang melakukan pengemasan dan pendistribusian
atau perdagangan beras kemasan mendaftarkan diri sebagai pelaku usaha terdaftar
beras.
Dengan begitu, pemerintah bisa tahu semua pemain di
bidang perberasan, jenis beras yang dikemas, maupun asal usul berasnya. Ya,
kasus beras sintetis mengungkap fakta tentang kelemahan pemerintah dalam
pengawasan beras kemasan.
Pemerintah selama ini tidak memiliki data soal merek
beras yang beredar di pasaran. Padahal, jumlahnya mencapai ratusan merek.
Alhasil, pemerintah pun lumpuh dan tidak bisa langsung mengecek beras yang
disinyalir beras sintetis itu produknya siapa dan siapa yang memproduksi.
Ke depan, dengan permendag itu, Kementerian
Perdagangan (Kemdag) akan mendata semua merek beras yang ada di pasar.
“Dengan aturan tersebut, kami akan fokus pada
distribusi dan kejelasan produk beras,” tegas menteri yang juga punya
perusahaan pengemas beras ini. Selain aturan yang memperketat perizinan beras
kemasan, beleid lain yang akan terbit juga memberikan wewenang bagi Kemdag
menetapkan kebijakan harga komoditas utama.
“Juga mengelola stok dan logistik serta ekspor impor
bahan pangan,” ungkap Srie Agustina, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri
Kementerian Perdagangan. Peraturan itu produk turunan dari Peraturan Presiden
(Perpres) tentang Pengendalian Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting yang
sejauh ini masih di meja Presiden menunggu pengesahan. Yang pasti, pemerintah
bisa menentukan harga maksimal barang kebutuhan pokok.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar