Selasa, 09 Juni 2015

Tugas Softskill - KEMELUT DI GOLKAR ( Tinjauan dari sisi hukum )

Nama             : Putri Juliana
Kelas              : 2EA27
NPM               : 17213013
Kemelut Di Golkar ( Tinjauan dari Sisi Hukum )
Pertarungan kubu Abu Rizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono ini nampaknya belum juga menemui jalannya, dan justru semakin meruncing kepada perpecahan. Pasca sidang Mahkamah Partai Golkar yang dipimpin oleh senior golkar Prof Muladi, ditambah lagi dengan adanya surat keputusan dari Menkum-Ham belum juga mampu menghentikan pertarungan kedua belah kubu, dan justru membuat kubu Ical semakin meradang, dan membuat upaya benturan politik semakin meluas.
Pasca munculnya surat keputusan dari Menkum Ham kubu Ical tidak berdiam diri, dengan sigap dan gerak cepat mengumpulkan DPD I dan II yang diklaim oleh pihaknya dihadiri sekitar 400 orang yang bertajuk rapat konsultasi nasional. Pada situasi yang lain juga pertarungan antara kedua kubu semakin panas, sebagaimana wawancara langsung di salah satu stasiun tv kubu Ical yang diwakili oleh Ali Muchtar Ngabalin dan KubuAgung yang diwakili oleh Yoris Raweyai. Dalam wawancara tersebut mereka saling tuding bahwa munas mereka lah yang paling sah, dan munas lainnya “abal-abal”, dan kemudian dari wawancara itu berbuntut panjang sampai terjadi pemukulan oleh orang yang tidak dikenal kepada Ali Muchtar Ngabalin saat menghadiri gelar pertemuan di hotel Sahid.
Konsolidasi yang digelar oleh kubu Ical menyepakati bahwa pihak Ical akan mengajukan gugatan ke pengadilan Jakarta Barat tentang keabsahan dualisme kepengurusan ini. Pada situasi yang lain, pihak koalisi KMP yang diwakili oleh Akbar Tanjung dan Amien Rais pun turun gunung untuk menyampaikan kekecewaannya kepada pemerintah (menkum Ham) diberbagai media. Mereka menandaskan bahwa pemerintah sesegera mungkin menghentikan intervensinya kepada Partai Politik yang tengah berkemelut (Golkar dan PPP), dan memberikan kekeluasaan kepada Partai Politik untuk menyelesaikan kemelutnya. Selain langkah upaya hukum yang ditempuh, mereka juga menempuh jalur politik dengan mengelindingkan isu akan mengajukan hak angket via komisi III untuk menyelidiki keputusan menkum Ham mengenai pengesahan kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono.
Jika kubu Ical sibuk untuk melakukan counter atas keputusan yang disampaikan oleh MenkumHam, maka hal berkebalikan dilakukan oleh kubu Agung Laksono. Karena merasa telah mendapatkan pengakuan secara yuridis atas kepengurusannya di Golkar dari MenkumHam, mereka langsung mengelar berbagai pertemuan, baik untuk melakukan konsolidasi maupun safari politik untuk mendapatkan legitimasi dari pihak eksternal. Langkah Agung Laksono konsolidasi dilakukan untuk kembali menata ulang dan melakukan restrukturisasi organisasi baik di level DPD I dan DPD II, hingga tidak segan-segan melakukan pengantian kepengurusan yang dianggap tidak berpihak dengan kepengurusan Agung Laksono. Untuk membangun legitimasi publik atas keabsahan kepengurusannya, pihak agung laksono langsung melakukan safari politik ke Nasdem sekaligus menegaskan bahwa Golkar akan segera merapat ke KIH.
Apa yang akan terjadi di kemudian hari JIka Terus Konflik?
Konflik politik yang tidak kunjung selesai ini sejatinya telah menggerus banyak tenaga, baik di internal partai Golkar maupun masyarakat. Rasanya susah sekali untuk move on dan segera fokus untuk membangun bangsa. Bukan tidak mungkin akan terjadi perpecahan dalam tubuh Golkar jika terjadi secara berlarut-larut dan bisa saja Golkar akan tertinggal momentum penting Pilkada langsung. Keberadaan Golkar di daerah yang masih kuat dan perpecahan yang terjadi di tingkat kepengurusan DPP akan mengobrak-abrik soliditas partai di level daerah. Sudah barang tentu jika hal ini terjadi maka Golkar akan tidak dapat apa-apa dalam level pertarungan di Daerah.
Pada level Nasional pun saya kira akan terjadi hal yang sama, perpecahan kepengurusan ini akan berdampak pada soliditas fraksi golkar di senayan, dengan demikian Golkar akan kembali gigit jari karena tidak akan mendapatkan apa-apa dari pertarungan ini. Justru yang akan di untungkan adalah partai-partai seperti hal nya Demokrat, Nasdem, Gerindra, dan lain-lainnya. Selain itu, dari upaya memperoleh kemenangan dari pertarungan ini akan membuat konsentrasi dan fokus partai Golkar dalam capaian target partai dalam berbagai pemilu baik Pilkada maupun nasional akan terjadi penurunan secara drastis, hal ini dikarenakan energi mereka telah habis terkuras dalam pertarungan internal, juga akan kesulitan untuk mengkonsolidasi perpecahan di daerah. Dengan demikian dapat diyakini bahwa perolehan suara partai golkar akan anjlok sebagaimana nasib yang dialami partai Demokrat pada pemilu yang lalu, dan akan ditinggalkan oleh konstituennya pada saat mendatang.
Sebagai partai yang besar dan telah kenyang bermain dalam pangung politik, seharusnya mereka sesegera mungkin bisa keluar dari kemelut ini. Berlarut-larutnya konflik ini tidak akan membawa keuntungan bagi partai, namun hanya memuaskan hasrat politik sebagian orang saja dalam upayanya membangun dan mempertahankan kekuasaan. Capain partai golkar yang pasca reformasi hingga kini tetap dinobatkan sebagai partai terbesar diantara PDIP dan lainnya, seharusnya disadari sebagai sebuah kepercayaan masyarakat yang harus tetap dijaga dengan baik. Bukan justru berkonflik untuk berebut kekuasaan didalam, yang justru akan membawa dampak kerugian bagi partai sendiri.
Pilihan Strategis bagi Golkar ke Depan

Disadari atau tidak, sesungguhnya vonis Majelis Hakim Partai Golkar – beranggotakan 4 orang hakim – tidak ganjil — menerima sebagian permohonan kedua kubu yang berselisih itu, adalah keputusan yang cerdik dan cerdas. Vonis itu seperti membuang begitu saja bola panas ke Kemenkumham, selaku lembaga hukum positif. Mahkamah partai, berupaya menggunakan palu pemerintah, untuk memutuskan pemenangnya. Keputusan seri atau sama kuat ini, sesungguhnya tidak memberi surprise apa-apa bagi pemerintahan Jokowi.

Begitu juga terhadap wakilnya, Jusuf Kalla. Kecuali itu, vonis ini menambah lamanya waktu penyelesaian konflik. Begitu juga terhadap peluang voice dan besar kecilnya dampak keuntungan dari suatu kemelut partai sekelas Golkar. Belum adanya keputusan final yang mengikat, menyebabkan energy para elite dan kadernya kian terkuras. Ini tak cuma hanya di pusat, melainkan juga di daerah.
Yasin Muhammad menjelaskan, keputusan MPG secara jelas menyatakan tidak ada yang dimenangkan dan tidak ada yang dikalahkan. Karena itu jalan terbaik adalah dengan islah dan menggelar Munas rekonsiliasi untuk kembali bersatu dan membesarkan partai.

“Kubu ARB dan Agung Laksono harus menempuh jalan islah demi kebesaran Golkar,” sarannya.
Yasin menghimbau, para tokoh senior Golkar seperti Akbar Tandjung dan Jusuf Kalla, juga mantan Presiden BJ Habibie untuk ikut mendamaikan kedua kubu yang terus berseteru. “Jika konflik terus dikedepankan, Golkar yang akan merugi,” pungkas Yasin.

Mari kita bahas dalam ruang yang sempit ini, tentang untung dan ruginya partai Golkar, jika pengadilan tingkat kasasi MA, memenangkan salah satu pihak yang bertikai. Namun sebelum kita masuk pada bahasan itu, ada lebih baiknya, kita lihat tentang partai tua ini.

Golkar adalah partai besar, dengan segudang pengalaman di pemerintahan. Memiliki ketajaman visi dan sumber daya yang handal di perpolitikan tanah air. Banyak kalangan menilai, perpolitikan di Indonesia, tidak ada arti sama sekali, tanpa adanya partai Golkar. Kader-kader partai tua ini, adalah pembaharu, meski berada di lingkungan penguasa yang silih berganti. Itu sebabnya, kemelut yang terjadi di tubuh partai ini, menjadi hal yang menarik untuk disusupi. Apalagi Golkar di parlemen dan KMP, memiliki populasi yang relatif besar.

Memenangkan kubu ARB – akan memperkuat KMP di parlemen, meski Ketum Golkar tidak berada pada posisi puncak di KMP. Koalisi Merah Putih, menjadi alat kontrol yang efektif dan akurat, dan sewaktu-waktu bisa menjadi teman yang akrab, meski ini sulit. Tujuan lain KMP untuk menguasi kepala daerah tidak lagi efektif, setelah Perpu Pemilu direvisi atas tekanan rakyat. KMP dapat saja sewaktu-waktu jadi blunder politik, begitu kebijakkan pemerintah dihalang-halangi di parlemen. Namun KMP menjadi daya tawar yang menarik untuk Joko Widodo, untuk menjadi presidensial yang indenpenden, lepas dari kungkungan politik yang membesarkan dirinya.

Lalu dengan memberi kemenangan kepada kubu Agung Laksono, berarti membuka peluang bagi Golkar, untuk membangun citranya dirinya di mata rakyat. Cara ini dilakukan dengan melalui kadernya yang saat ini menjadi orang nomor dua di negeri ini. Posisi Jusuf Kalla sebagai Wapres, sangat strategis untuk membangun citra partai kuning ini kembali. Apalagi JK memiliki pengalaman sebagai orang nomor dua, saat menjadi Ketum Golkar. Ini tentu akan menimbulkan ancaman sebuah manuver politik yang menarik perhatian.

Posisi Golkar akan menjadi lebih baik, jika dia berada di lingkungan pemerintahan, dibandingkan harus berada di luar. Selain karena pengalaman, rakyat juga akan menjadi lebih mudah melihat Golkar dengan berbagai attitudenya, dibandingkan di parlemen. Walau di bawah panji-panji KMP, Golkar cs menguasai parlemen. Namun perjuangan Golkar lebih nyata terlihat oleh rakyat, dibandingkan harus berada di luar. Apalagi banyaknya kader partai kuning ini yang menjadi kepala daerah. Ini akan memberikan harapan perlindungan bagi kadernya di muka hukum.

Pilihan ketiga adalah – memerintahkan pimpinan hasil Munas Golkar priode 2009 – 2014 di Riau – bersama-sama dengan kubu Agung Laksono, untuk kembali menggelar Munas Golkar – lalu pemerintah (Kemenkumham) hadir sebagai wasitnya. Selama masa prosesi Munas, personel Kemenkumham tidak boleh tidur, walau sedetikpun.

Sumber :
http://www.kompasiana.com/aguslilik/babak-baru-kemelut-partai-golkar_552a10a2f17e612753d623d4


Tidak ada komentar:

Posting Komentar